Balada Nini; Pergi Yang Tak Pernah Pulang
Gadis itu menemukan dirinya sedang terikat di antara semak-semak duri. Tangan dan kakinya penuh luka memar. Rambut di kepalanya berantakan tak teratur. Sedang sepotong kain kecil di badannya sudah tersobek menyisahkan bekas-bekas najis tangan seorang lelaki bengis. Di paha gadis itu tertulis “Kepadamu ku tumpahkan segala kesialanku”. Kata-kata ini seperti sebuah pertanda bahwa sudah banyak wanita yang telah dirusakan oleh lelaki biadab itu.
Nini adalah seorang gadis remaja berumur dua puluh tiga tahun. Ia berasal dari sebuah kampung kecil di pedalaman Manggarai Timur. Januari tahun 2017 yang lalu, Nini memberanikan dirinya untuk ikut bersama beberapa orang lelaki yang katanya adalah para pencari kerja untuk sebuah perusahaan swasta di Malaysia. Ketika itu, Nini ditawari gaji besar plus jaminan hidup yang tinggi. Di tengah keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan, Nini pun akhirnya mengikuti tawaran itu. Seminggu kemudian ia pergi meninggalkan kampung halamannya dan berangkat menuju pelabuhan bersama beberapa orang temannya dari kampung tetangga. Pada bulan Desember tahun 2017 menjelang hari raya Natal, Nini sempat menghubungi keluarganya untuk sekadar memberi kabar dan mengirimi adiknya sejumlah uang untuk biaya sekolah. Di sela-sela pembicaraannya dengan keluarga, Nini tidak memberitahukan perihal pekerjaan yang sedang ia geluti di negeri Jiran itu. Namun yang pasti bahwa ia menjanjikan keluarganya untuk sebuah kehidupan yang layak dari hasil kerjanya tersebut.
Setahun berlalu, Nini tak kunjung memberi kabar lagi. Seperti kepulan asap di musim kemarau, Nini hilang dibawa angin tak tentu arah. Keluarganya mencoba menghubunginya lewat nomor baru yang pernah ia kirimkan, namun sepertinya sia-sia. Nini tetap saja tak bisa dihubungi. Pernah sesekali mereka meminta bantuan ke kepala desa untuk menghubungi polisi agar bisa menyelidiki keberadaan Nini di Malaysia. Namun sekali lagi, usaha itu tak menemukan titik terang. Sejak saat itu, keluarga dan orang-orang sekampungnya mulai tidak peduli lagi dengan keberadaan Nini. Mereka hanya pasrah kepada Tuhan yang akan mengatur semuanya menjadi baik.
***
Pagi itu, Nini dibangunkan oleh suara lonceng yang keras. Ia diperintahkan agar segera bersiap-siap untuk bekerja. Sudah setengah tahun lamanya, Nini dipaksa bekerja sebagai seorang pekerja seks komersial di sebuah kelab malam. Nini dipaksa melayani para lelaki buas yang datang dari berbagai tempat. Seorang wanita berbadan tegap berdiri di depan Nini dengan. Wanita itu rupanya seorang bos di kelab malam itu. Ia bekerja memanen uang murah dari usahanya menjual gadis-gadis ke para lelaki yang kehausan aroma tubuh para gadis-gadis cantik.
“Hey kamu gadis cantik yang bodoh. Pagi ini kamu harus melayani seorang bos besar dari kota. Kamu harus bersungguh-sungguh, karena uang yang diberinya cukup besar. Tak perlu ragu-ragu. Jika perlu kamu harus jadi selirnya”, ucap wanita itu, sambil mengisap sebatang rokok.
“Ia Mam..”, jawab Nini dengan raut wajah yang cemas.
“Jika kamu tidak melayaninya dengan sungguh, maka kamu akan mendapat hukuman berat dari para bodyguard”, sambungnya dengan mata melotot ke arah Nini.
Biar bagaimanapun, Nini adalah seorang gadis yang tumbuh dari keluarga yang sederhana dan sejak kecil diajarkan untuk tahu menghargai diri sendiri. Keadaan inilah yang terus merasuki pikiran Nini di atas ranjang setiap kali ia melakukan perintah bosnya. Bahkan ketika ingin melepas kancing bajunya, Nini selalu teringat akan pesan orangtuanya di kampung agar sesampainya di kota nanti ia harus bisa menjaga dirinya sendiri. Mengingat itu, Nini seakan sedang melukai dirinya lebih dalam dan sambil meneteskan air mata, ia melakukan pekerjaannya itu dengan terpaksa.
Belum genap setahun bekerja, Nini memberanikan diri untuk berhenti dari pekerjaannya dan kabur dari kelab malam itu. Nini mencoba mencari bantuan orang-orang di sekitar kelab malam itu agar bisa menyembunyikan dirinya untuk sementara waktu. Namun usahanya gagal. Nini malah didapati oleh seorang lelaki psikopat yang tak sengaja datang dari sebelah jalan dengan sebuah mobil tua. Dengan paksaan yang kejam, Nini ditarik masuk ke mobil lelaki itu. Dengan tenaga yang tersisa dan sepotong kain kecil yang masih menempel di badannya, Nini berusaha untuk keluar dari mobil tua itu. Namun sesaat kemudian, pengelihatannya mulai kabur, rupanya Nini dibius hingga tak sadarkan diri. Lelaki psikopat itu membawa Nini ke sebuah tempat yang jauh dari pandangan mata orang-orang. Nini dijadikan santapan malam yang mengenyangkan raga.
***
Beberapa hari sesudahnya, Gadis itu menemukan dirinya sedang terikat di antara semak-semak duri. Tangan dan kakinya penuh luka memar. Rambut di kepalanya berantakan tak teratur. Sedang sepotong kain kecil di badannya sudah tersobek menyisahkan bekas-bekas najis tangan seorang lelaki bengis. Di paha gadis itu tertulis “Kepadamu ku tumpahkan segala kesialanku”. Kata-kata ini seperti sebuah pertanda bahwa sudah banyak wanita yang telah dirusakan oleh lelaki biadab itu. Gadis yang bernama Nini itu tidak pernah lagi berniat untuk kembali ke kampungnya. Ia sadar bahwa dirinya tidak seanggun seperti saat ia datang dulu. Kini ia menemukan dirinya telah rusak diterkam banyak tangan dan tubuh lelaki yang selalu mencari kenikmatan sesaat. Ia dijual untuk memanen uang murah, sedang dirinya sering tak terurus.
Maka, di sini di laut derita ini. Apa yang dapat ku katakan kepada Tuhan yang menciptakan aku serupa dan segambar dengan diri-Nya. Atau apakah aku masih bisa berkata Tuhan itu adil bagiku yang sedang menderita ini. Aku Nini, si gadis malang yang pergi namun tak pernah kembali. Aku hilang namun tak pernah didapati kembali. Cukup aku yang begini. Kalian jadilah wanita yang tahu menjaga diri dari lelaki yang haus dan buas.
Andy Denatalis,