Ketika politik membiak di mana-mana, proses belajar terus ditumbuhkan dalam waktu. Hal ini menjadi sebuah tantangan karena mengejar ilmu tidak sama dengan mengejar status menjadi presiden. Menjadi presiden itu urusan kaum elite, tetapi menjadi orang baik, itu urusan kita. Yang paling sederhana ialah dengan melihat mereka serius dalam belajar.
Hari ini, di kelas XI.1 SMK Pariwisata Syuradikara, anak-anak diam dan sibuk dengan urusan masing-masing. Bukan karena silentium magnum ala Seminari, tetapi karena mereka diberi waktu dengan baik. Lalu, apa waktu itu? Apa itu waktu?
Waktu dalam Kata 'Apa'
Semua proses hari ini adalah usaha mengejar waktu. Waktu terus berlalu dan kita ikut berubah di dalamnya. Perubahan ini mengacu pada revolusi mental kerja dan belajar. Jika Jokowi menyuarakan: "Kerja, kerja, kerja!", maka anak-anak sendiri mengapilkasikan itu dengan berseru: "Catat! Catat! dan Catat!!" Ini sebuah berkat di hari kiamat.
Maka, waktu dalam kata 'apa' di sini mengacu pada 'mencatat' untuk apa dan untuk apa mencatat? Tentu saja, pendidikan tanpa mencatat adalah sebuah kepalsuan. Sepintar-pintarnya orang, jika ia tidak mencatat, maka ia pasti melupakan ilmu yang masuk dan menumpuk di dalam kepalanya.
Apa yang harus Dicatat?
Pertanyaan ini dijawab dalam hati kita masing-masing. Karena mimpi dan usaha untuk mengejar cita-cita selalu kembali kepada diri kita masing-masing, tetapi dengan sebuah kesadaran universal.*