Hallo semuanya, mau tau apa itu Desain Komunikasi Visual ? Yukk kita Simak !
Hallo semuanya, mau tau apa itu Desain Komunikasi Visual ? Yukk kita Simak !
Hallo semuanya, mau tau apa itu Perhotelan ? Yukk kita Simak !
Perhotelan adalah bidang ilmu yang berhubungan dengan manajemen hotel dan mengeksplorasi cara untuk menyeimbangkan aspek pariwisata dan manajemen bisnis untuk sukses. Topik yang dibahas meliputi kepuasan layanan pelanggan, perlindungan budaya lokal, manfaat finansial bagi masyarakat sekitar, dan kesejahteraan karyawan. Anda juga dapat mengambil pelajaran bahasa asing untuk memenuhi tren wisatawan asing yang sedang berkembang.
Jurusan Perhotelan di SMK Katolik Syuradikara Ende merupakan program pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan siswa dalam industri perhotelan dan pariwisata. Dalam jurusan ini, siswa akan mempelajari berbagai aspek terkait manajemen hotel, layanan pelanggan, tata boga, dan keterampilan praktis lainnya yang diperlukan untuk bekerja di sektor perhotelan.
Kurikulumnya mencakup teori dan praktik, sehingga siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan, tetapi juga pengalaman langsung melalui praktik di lapangan. Selain itu, siswa diajarkan tentang etika kerja, komunikasi, dan keterampilan interpersonal yang sangat penting dalam industri ini.
Dengan adanya program ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berkarir di berbagai posisi di hotel, restoran, dan sektor pariwisata lainnya, serta mampu bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif. SMK Katolik Syuradikara Ende berkomitmen untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap pakai di dunia kerja.
Hallo semuanya, mau tau ap aitu ULP ? Yukk kita Simak !
Jadi Kompetensi keahlian Usaha Layanan Pariwisata itu adalah salah satu kompetensi yang bergerak dalam bidang pariwisata, dimana kompetensi ini membantu siswa untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan perhotelan, khususnya bidang Usaha Layanan Pariwisata (tour guiding, ticketing, tour planning, airlines dan MICE) dan juga mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
Keahlian pertama dalam Jurusan ULP ini adalah Guiding, jadi Guiding adalah suatu ketrampilan untuk membawa suatu tamu baik on board, on the spot dan lainnya. Nah di SMKS Katolik Syuradikara ini kalian akan di ajarkan apa saja persyaratan menjadi guide, bagaimana karakteristik informasi guide yang benar dan tepat dan juga bagaimana menyampaikan informasi tersebut dengan jelas dan akurat.
Keahlian yang kedua dalam Jurusan ULP adalah ticketing. Dalam dunia penerbangan Ticketing merupakan suatu dokumen yang di bentuk dengan cara di cetak secara elektronik dan dijadikan sebagai barang bukti untuk perjanjian penerbangan antara calon penumpang dangan maskapai penerbangan. Sedangkan untuk ticketing yakni proses mencetak tiket pesawat terbang. Jika berbicara tentang ticketing maka akan berkaitan dengan reservasi. reservasi merupakan suatu permintaan akan penyediaan ruang, tempat duduk maupun akomodasi bagi seseorang, jadi di SMKS KATOLIK SYURADIKARA tepatnya di jurusan ULP kita akan di ajarkan tentang bagaimana tiket dibuat, cara membuat tiket, cara reservasi, dan lain lain.
Keahlian yang ketiga adalah Tour Planning, jadi Tour Planning adalah suatu perencanaan perjalanan yang dibuat sebelum tour dilaksanakan yang bertujuan untuk mengatur kegiatan-kegiatan selama tour berlangsung sehingga tour yang dilaksanakan teratur, di SMKS KATOLIK SYURADIKARA tepatnya di jurusan ULP kita akan mendapatkan pelajaran Tour Planning. Di pelajaran ini kita akan di ajar oleh guru yang profesional dan akan ajarkan tentang bagaimana cara menyusun tour program, tour itenerary, distribution of time dan lain lain.
Keahlian yang keempat adalah MICE, Jadi MICE merupakan singkatan dari dari Meeting, Incentive, Convention, Exhibition. MICE adalah jenis kegiatan yang terdapat dalam industri pariwisata, kegiatan ini telah direncanakan secara matang oleh sekelompok atau sekumpulan orang yang memiliki kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Dunia MICE merupakan dunia bisnis yang sangat menjanjikan namun masih sangat baru dalam masyarakat karena belum banyak memiliki peminat seperti bisnis lainnya, kalian akan di ajarkan bagaimana cara menyelenggarakan suatu event, bagaimana cara membuat susunan acara/rundown, dan kegiatan lainnya yang membuat kalian bisa dalam bidang MICE ini.
Nah tadi keempat keahlian yang nantinya kalian akan pelajari Ketika kalian memilih Jurusan ULP di SMKS Katolik Syuradikara!!. Masing-masing kegiatan memiliki ciri khusus yang kalian harus kuasai pastinya Ketika berada di jurusan UPL . Selain itu banyak hal menarik dan menyenangkan yang kalian pastinya akan dapatkan Ketika bergabung dengan SMKS Katolik Syuradikara!!! . Jadi tak perlu piker panjang Mari Bergabung Dengan SMKS Katolik Syuradikara.
Nama Sekolah : SMKS KATOLIK SYURADIKARA
NPSN : 69768281
Bentuk Pendidikan : SMK
Status Sekolah : Swasta
Terakreditasi : B
Berdasarkan Keputusan BAN-SM. Nomor: 760/BAN-SM/SK/2019
Tanggal : 9 September 2019
Status Kepemilikan : Yayasan
SK Izin Operasional : BU.490.04/157/PPO/2013
Tanggal : 10 April 2013
Alamat : JL. WIRAJAYA
Desa/Kelurahan : Kel. Onekore
Kecamatan : Ende Tengah
Kabupaten/Kota : Kabupaten Ende
Propinsi : Nusa Tenggara Timur
RT : 34
RW : 9
Nama Dusun :
Kode Pos : 86318
Lintang : -8.8382083
Bujur : 121.6561200
Layanan Keb. Khusus : Tidak ada
SK Pendirian Sekolah :
Tanggal SK :
Rekening BOS : 00402010124649
Nama Bank : BPD
Nama KCP/Unit : Ende
Atas Nama : SMK Katolik Syuradikara
MBS : Tidak
Tanah Milik : 0
Tanah Bukan Milik : 95534
Nomor Telepon : 03812500553
Nomor Fax : 0
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Website : http://www.smksyuradikara.sch.id
Br. Pius Ledo, SVD, S.Pd lahir di Flores Timur (data KTP) tepatnya di desa Roho, Kecamatan Buyasuri, Lewoleba, Kabupaten Lembata. Ia lahir dari satu keluarga petani sederhana: Polikarpus Peu Leuobi (ayah) dan Maria Magdalena Bunga Leuweheq (ibu). Keluarga ini dikarunia 2 orang putri dan 5 orang putra. Dari kelima orang putra 3 orang memilih hidup berkeluarga sedangkan dua lainnya lebih suka memilih menjadi pelayan di Kebun Anggur Tuhan. Anak bungsu menjadi seorang imam, biarawan misionaris sementara Pius (anak keenam) setelah melewati proses panjang, akhirnya memilih menjadi seorang Bruder. Keduanya memilih serikat atau kongregasi yang sama yakni Serikat Sabda Allah atau yang kita kenal dengan nama SVD.
Berkiprah di bidang pendidikan punya kisah panjang dan unik. Kalau ditelusuri lebih jauh, menjadi seorang guru bukanlah pilihan dan cita-cita perdananya. Alasan mendasar yakni ketika menyaksikan sendiri kesibukan dan rutinitas harian seorang saudaranya yang memiliki profesi sebagai seorang guru. Dalam satu kesempatan dia pernah guyon dan menawarkan kepadanya dengan mengatakan “Pius setelah tamat SMP, bisa lanjut ke SPG untuk menjadi seorang guru ya?” Secara spontan dia menjawab tidak tanpa alasan yang jelas. Dia tidak suka menjadi seorang guru. “Entah mau menjadi apa nanti hanya satu pilihan yang tersimpan rapih di benakku yakni menjadi seorang biara.” demikitan tuturnya ketika ditemuinya di ruang kerjanya di SMK Swasta Katolik Syuradikara.
Proses formasi dasar dan lanjut telah dilewati dan berhasil sampai pada akhirnya dia bisa memutuskan untuk bergabung menjadi anggota Serikat Sabda Allah secara penuh dan tetap pada tahun 1996 lewat perayaan Ekaristi pengikraran Kaul Kejal. Menjadi seorang Bruder Dia awalnya berkarya di bidang Perkantoran maka tempat misi pertama yakni di kantor sekretariat Provinsi SVD Ende untuk menangani administrasi perkantoran di tempat misi tersebut. Setelah lima tahun, dia diminta untuk beralih tempat kerja yakni menjadi seorang Formator bagi para calon Bruder di rumah Pendidikan Bruder, Biara St. Konradus (BBK). Menjawabi tawaran itu butuh sebuah refleksi panjang, namun pada akhirnya dia terima hanya karena sebuah nialai ketaatan terhadap pimpinan serikat.
Setelah menyatakan ya, Br. Pius mulai berjuang menekuni tugas baru. Awalnya berat tetapi lama kelamaan terasa menjadi ringan. Menjadi seorang formator dia tidak hanya bekerja bersama para calon bruder, tetapi juga belajar bersama mereka. Ketika berinteraksi dengan para calon di ruang kelas di sana terjadi proses belajar mengajar sebagaimana terjadi di dunia pendidikan formal. Saat itu, dia mulai belajar mencintai profesi sebagai seorang guru. Uniknya terletak di sini. Awalnya tidak suka ternyata ketika terlibat langsung malah sangat mencintai profesi sebagai seorang guru. Mulai saat itu, Dia berbalik bukan lagi tidak suka tetapi sangat mencintai Profesi Guru.
Beberapa tahun di rumah formasi, Dia lalu beralih tempat karya dan mulai berkiprah di bidang pendidikan formal sebagai guru di SMA Swasta Katolik Syuradikara sebagai guru bahasa Inggris sampai sekarang. Sambil mengajar di SMA Syuradikara, pada tahun 2015 dipercayakan oleh Yayasan Persekolahan Santo Paulus Ende an Pimpinan Provinsi SVD Ende sebagai Kepala SMK Swasta Katolik Syuradikara, sebuah unit sekolah baru di lingkungan Yayasan Persekolahan Santo Paulus Ende, milik Serikat Sabda Allah (SVD).
Riwayat Pendidikan
Pengalaman Kerja
Pada tahun 2000, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengumumkan peringkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala mengindikasikan bahwa di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Ada juga hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC)menyebutkan bahwa pendidikan Indonesia terburuk di kawasan Asia. Ada 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berpusat di Hongkong ini. Hasil survei menyebutkan Korea Selatan memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina dan Malaysia, sementara Indonesia menduduki urutan ke-12 di bawah Vietnam (KOMPAS, 5/9/2001).
Kemudian, UNICEF juga membuat laporan pada tahun 2012 bahwa banyak anak-anak yang masuk sekolah dasar, namun sebuah kajian tentang Anak Putus Sekolah yang dilakukan bersama dengan Kementerian Pendidikan dan UNESCO di tahun 2011 menunjukkan bahwa 2,5 juta anak usia 7-15 tahun masih tidak bersekolah. Banyak dari mereka yang putus sekolah sewaktu menjalani masa transisi dari SD ke SMP.
Selanjutnya, mari kita lihat Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI). EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan UNESCO, EDI Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Nilai itu naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,925.
Di Indonesia, indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all membaik pada tahun 2010 di mana Indonesia pada saat itu berada di urutan ke-65 dari 128 negara. Sebanyak 62 negara berada dalam kategori pencapaian tinggi, di antaranya Brunei. Sebanyak 36 negara di kategori sedang, di antaranya Indonesia, Malaysia (69), dan Filipina (85). Sisanya masuk dalam kategori rendah, seperti India, Kamboja, Laos, dan Nigeria (KOMPAS, 19/1/2010).
EDI yang mencapai kategori sedang dalam konteks Indonesia merupakan hal yang patut diapresiasi. Namun, dengan menyelisik hasil survei tahun-tahun sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa kualitas pendididkan di Indonesia masih jauh panggang dari api, maka tulisan ini hendak menyoroti implemaentasi regulasi pendidikan dalam praksis dan menegaskan kembali supaya pendidikan kita back to basic atau kembali ke dasar, yaitu proses hominisasi dan humanisasi itu sendiri.
Implementasi Regulasi Pendidikan dalam Praksis
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Regulasi pemerintah pusat dan daerah pun sudah dijalankan sepanjang tahun, misalnya pada periode 2004-2006 direvisi dua kurikulum yang berlaku, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KBK sendiri disusun untuk memenuhi pencapaian penguasaan keterampilan (skill) siswa untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa depan. Sedangkan, melalui KTSP, sekolah dapat mengembangkan kurikulum pendidikan berdasarkan kapasitas masing-masing, dengan mengacu pada standar isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Dalam kenyataannya, perubahan kurikulum yang dilakukan pemerintah sejak dahulu sampai sekarang justru memengaruhi pendidikan sekarang. Ada keuntungan yang diperoleh dari perubahan ini dan sebaliknya.
Hemat penulis, setiap implementasi regulasi pendidikan yang dirancang in se baik adanya. Akan tetapi, hal yang menjadi persoalan dasar pendidikan sekarang ialah tidak adanya landasan filosofis sebagai acuan implementasi regulasi yang baik. Anak didik hanya diarahkan kepada usaha meraih nilai di atas kertas dan merasa bangga karena memeroleh nilai yang bagus. Tentu saja, efektivitas nilai-nilai yang lebih humanis seperti budi pekerti, sopan santun, penghargaan terhadap yang lain di luar dirinya, pengembangan minat dan bakat, dll terlupakan. Atas dasar ini, Almarhum J.B. Mangunwijaya pernah mengkritik kekurangan pemerintah karena sekolah menegah pada umumnya hanya diarahkan pada perguruan tinggi, sementara pendidikan menegah kejuruan kurang berkembang, baik dari segi jumlah sekolah, pengembangan program maupun minat siswa yang masuk ke sekolah kejuruan tampak begitu minim.
Oleh sebab itu, paradigma pendidikan seperti apa yang mesti dijadikan pilihan? Pertanyaan ini akan menantang nurani kita supaya mencari landasan filosofis yang mesti dipakai dalam mengatasi keterbelakangan pendidikan kita.
Back to Basic: Hominisasi dan Humanisasi
Untuk mengupayakan pengembangan pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik, maka pendidikan harus kembali kepada dasarnya. Artinya, pendidikan mesti kembali kepada keluarga, sekolah, masyarakat, dan yang terakhir ialah pemerintah. Di sini, hal yang perlu dilihat ialah efektivitas hominisasi dan humanisasi. Hominisasi sejatinya adalah proses pemanusiaan manusia secara umum. Artinya, proses pendidikan mesti menjadi kegiatan sadar untuk memanusiakan anak-anak didik atau usaha memasukkan anak-anak didik dalam lingkup kehidupan manusiawi secara minimal. Sesudah anak-anak masuk dalam lingkup manusiawi, pendidikan selanjutnya ialah memanusiakan anak-anak dalam proses humanisasi dengan maksud anak-anak didik akan bertindak manusiawi dalam seluruh proses hidupnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan sebagai proses hominisasi dan humanisasi.
Pertama, dengan mempertimbangkan secara baik lingkungan di mana anak-anak berada dan berdiri karena sesudah anak-anak dilahirkan ke dunia, mereka tidak semestinya menjadi sangat manusiawi. Di sini, peran keluarga sebagai pendidik primer menjadi kunci. Relasi suami-istri (orang tua) merupakan proses “kesalingan”, atau ada dinamika timbal-balik di antara suami-istri dan anak-anak.
Proses “kesalingan” ini akan menentukan anak-anak menjadi pribadi-pribadi yang baik karena mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua sebagai guru pertama. Orang tua mesti memberi teladan dan mengarahkan anak-anak untuk bertindak manusiawi, misalnya anak diajarkan untuk mendengarkan. Tentu saja, anak yang mendengarkan berbeda dengan anjing yang mendengar. Oleh sebab itu, anak-anak dididik supaya tidak bertindak seperti binatang, maka orang tua mesti mengajarkan nilai-nilai humanis. Artinya, nilai kejasmanian dan kerohanian anak perlu diperhatikan. Anak dilatih untuk berpikir menggunakan akal sehat dan bertindak pula secara sehat.
Kedua, dengan mempertimbangkan secara baik sekolah atau lembaga formal yang baik untuk tempat belajar bagi anak-anak. Di sini, peran keluarga masih terus dijalankan. Dalam arti, orang tua melihat bakat dan kemampuan anak-anak dan mempertimbangkan lembaga formal yang dipilih, misalnya setelah anak lulus sekolah menegah, mereka diberi kebebasan untuk memilih sekolah seturut minatnya. Tentu saja, orang tua tidak mesti membatasi kehendak anak. Di sisi lain, guru sebagai pendidik kedua juga memerhatikan kualitas yang dimiliki anak-anak didik serentak mengarahkan anak untuk membuat pilihan yang baik dan berguna bagi mereka.
Lembaga formal atau sekolah yang dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi bertugas untuk memberikan pelajaran-pelajaran tentang nilai-nilai yang baik, bimbingan, dan keterampilan. Pada tataran ini, anak-anak juga diarahkan kepada cara berpikir kritis dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang mesti dilakukan dan mana yang mesti dihindari. Hal ini dipertimbangkan karena anak sudah bergerak keluar dari keluarga menuju sekolah dan berhadapan langsung dengan situasi di dalam masyarakat.
Ketiga, dengan mempertimbangkan pula lingkup masyarakat di mana anak berada, bergaul, berelasi, dan belajar karena konteks masyarakat juga turut membentuk kepribadian anak-anak. Apabila anak masuk dalam ruang lingkup masyarakat yang penuh dengan kekerasan dan kejahatan, maka anak akan menjalani kehidupan yang keras, bahkan bisa mengarah kepada pelanggaran hak asasi, dll. Jika ini terjadi, maka tugas keluarga dan sekolah dinilai gagal.
Ketiga lembaga ini adalah kunci untuk memperbaiki pengembangan pendidikan yang lebih humanis. Dengan kata lain, selain pemerintah, keluarga, sekolah, dan masyarakat bekerja sama untuk menjernihkan pikiran dan nurani anak-anak supaya ketika mereka sudah berhasil menjadi manusia, hal yang mesti dilakukan ialah menggunakan pikiran dan nurani untuk bertindak secara baik dan benar.
Dengan demikian, dasar filosofis yang diambil untuk memerangi hiruk-pikuk pendidikan di Indonesia ialah back to basic atau kembali kepada pendidikan dasar humaniora (hominisai dan humanisasi) yang dimulai dari dalam keluarga, lembaga formal dari sekolah sampai perguruan tinggi, masyarakat, dan pemerintah. Oleh karena itu, kolaborasi antara elemen-elemen tersebut menjadi kunci untuk membebaskan kebodohan dan keterbatasan yang menjadi penghalang bagi dinamika dan kemajuan dalam hidup manusia.*
Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah, dalam sudut pandang orang ketiga maupun orang pertama, dengan plot dan melalui penggunaan berbagai perangkat sastra yang terkait dengan waktu mereka.
Praesent nec lectus eu neque fringilla volutpat. Nulla tristique ullamcorper quam, ut dapibus massa hendrerit ac. Etiam a tempus lectus. Proin nibh nisi, vehicula non enim sed, venenatis faucibus orci. Fusce ut elementum nunc, vel eleifend sem.
Visi :
Pencipta Pahlawan Utama
MEMBINA SUMBER DAYA MANUSIA YANG TERAMPIL, CERDAS, DAN BERPIKIR MAJU SERTA MEMBERIKAN PELAYANAN YANG MAKSIMAL UNTUK MENCAPAI PRESTASI TERTINGGI SEBAGAI WUJUD NYATA PENGABDIAN TERHADAP MASYARAKAT.
Tujuan Sekolah :
Oleh Br. Pius Ledo, SVD, S.Pd
Berbicara tentang sejarah berdirinya Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Katolik Syuradikara, hemat saya ada dua hal yang perlu digali dalam penulisan Sejarah Berdirinya, yakni:
1) Sejarah Sekolah Menengah Kejuruan Indonesia.
2) Mengapa Serikat Sabda Allah (SVD) mendirikan SMK Swasta Katolik Syuradikara.
Saat ini peran SMK tidak bisa dianggap remeh, tidak adalagi kedudukan SMK sebagai sekolah cadangan yang menjadi pilihan kedua apabila tidak bisa masuk ke SMA yang diinginkan. Paling tidak ada beberapa alasan kuat mengapa setiap calon siswa yang ingin melanjutkan Pendidikan tingkat SMK harus memilih SMK sebagai pilihan utama dalam memilih. Di bawah ini ada 5 (lima) alasan memilih SMK, antara lain:
Berbicara mengenai Sejarah Sekolah Menengah Kejuruan Indonesia, terdapat banyak catatan tapi belum semua bisa dijelaskan. Penamaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah hasil revolusi dari nama-nama sebelumnya. Di dalam sejarah pendidikan Indonesia, sebelum SMK dikenal, STM yang kita tahu merupakan akronim dari Sekolah Teknologi Menengah. Ada lagi SMEA singkatan dari Sekolah Menengah Ekonomi Atas, ada juga Sekolah Menengah Industri dan Kerajinan yang disingkat dengan SMIK, Sekolah Menengah Musik (SMM), dan lain-lain.
Melihat isu-isu yang berkembang di masyarakat tentang SMK, bisa dirasakan banyak hal positif yang bisa menjadi sumber inspirasi, seperti; produk otomotif lahir dari keahlian anak-anak SMK, contoh: mobil Esemka, komputer Zyrex, Buggy Car dan lain-lain. Belum lagi bila kita berbicara kiprah anak-anak. SMK di kancah internasional, semisal pelajar SMK Indonesia memenangkan kontes dalam ajang World Skill Competition – kompetisi tingkat dunia yang memperlombakan keahlian dan Indonesia meraih medali emas, perak juga Medallion excellence.
Itulah mengapa saat ini Sekolah Menengah Kejuruan sudah menjadi bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional. Di samping bertujuan guna menyiapkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM), SMK berkomitmen untuk membantu mengurangi jumlah pengangguran usia produktif.
Ketika membaca hasil revolusi dari nama-nama sebelumnya, Serikat Sabda Allah (SVD) teringat kembali akan SMEA Syuradikara yang pernah didirikannya beberapa tahun silam bersamaan dengan Sekolah Mengah Umum yang sekarang dikenal dengan nama SMA Swasta Katolik Syuradikara. Dari kedua sekolah di bawah asuhan Serikat Misi SVD yang bisa bertahan hanya SMU; sedangkan SMEA Syuradikara hanya mampu bertahan sampai dengan 10 (sepuluh angkatan). Sekolah Kejuruan yang dikenal dengan nama SMEA Syuradikara ini akhirnya ditutup dengan alasan kekurangan finansial karena ada begitu banyak peralatan praktik yang harus diadakan.
Baru pada tahun 2012/2013 menjelang pesta intan SMA Swasta Katolik Syuradikara, isu pembukaan sekolah baru mulai bergulir di kalangan anggota Serikat Sabda Allah; dengan alasan Syuradikara hampir menginjak usia intan (60 tahun) belum bisa melahirkan unit sekolah baru dari Rahim Syuradikara.
Menjawabi isu yang sedang berkembang itu, P. Stefanus Sabon Aran, SVD, M.Pd, yang saat itu menjabat sebagai Kepala SMA Swasta Katolik Syuradikara, berinisiatif untuk membuat rencana dan mempelajari secara detail bagaimana proses membuka sebuah unit sekolah baru. Proses persiapan terus berjalan yang bisa mnyita waktu 1 tahun lebih. Setelah selesai proses persiapan proposal pembukaan SMK Syuradikara dikirim kepada Bupati Kabupaten Ende. Setelah disetujui pimpinan Daerah Kabupaten Ende lalu dikeluarkan Ijinan Operasional dengan SK Pendirian dari: BU.490.04/157/PPO/2013 pada tanggal 17 Mei.
Tanggal dikeluarkan SK Pendirian itu lalu ditetapkan sebagai hari lahirnya SMK Swasta Katolik Syuradikara.
Mengingat kesulitan tenaga, maka P. Stefanus Sabon Aran, SVD, M.Pd yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAS Katolik Syuradikara merangkap tugas sekaligus sebagai Kepala SMK Swasta Katolik Syuradikara. Baru pada tahun 2015, tugas itu dialihkan kepada Br. Pius Ledo, SVD, S.Pd sebagai Kepala Sekolah sampai dengan saat ini.*
To take a trivial example, which of us ever undertakes laborious physical exercise, except to obtain some advantage from it? But who has any right to find fault with a man who chooses to enjoy a pleasure that has no annoying consequences, or one who avoids a pain that produces no resultant pleasure?
On the other hand, we denounce with righteous indignation and dislike men who are so beguiled and demoralized by the charms of pleasure of the moment, so blinded by desire, that they cannot foresee the pain and trouble that are bound to ensue; and equal blame belongs to those who fail in their duty through weakness of will, which is the same as saying through shrinking from toil and pain.
These cases are perfectly simple and easy to distinguish. In a free hour, when our power of choice is untrammelled and when nothing prevents our being able to do what we like best, every pleasure is to be welcomed and every pain avoided.
But in certain circumstances and owing to the claims of duty or the obligations of business it will frequently occur that pleasures have to be repudiated and annoyances accepted.
The wise man therefore always holds in these matters to this principle of selection: he rejects pleasures to secure other greater pleasures, or else he endures pains to avoid worse pains.
Timothy Law Snyder, the 16th president of JA Alumni University
To take a trivial example, which of us ever undertakes laborious physical exercise, except to obtain some advantage from it? But who has any right to find fault with a man who chooses to enjoy a pleasure that has no annoying consequences, or one who avoids a pain that produces no resultant pleasure?
On the other hand, we denounce with righteous indignation and dislike men who are so beguiled and demoralized by the charms of pleasure of the moment, so blinded by desire, that they cannot foresee the pain and trouble that are bound to ensue; and equal blame belongs to those who fail in their duty through weakness of will, which is the same as saying through shrinking from toil and pain.
These cases are perfectly simple and easy to distinguish. In a free hour, when our power of choice is untrammelled and when nothing prevents our being able to do what we like best, every pleasure is to be welcomed and every pain avoided.
But in certain circumstances and owing to the claims of duty or the obligations of business it will frequently occur that pleasures have to be repudiated and annoyances accepted.
The wise man therefore always holds in these matters to this principle of selection: he rejects pleasures to secure other greater pleasures, or else he endures pains to avoid worse pains.
The wise man therefore always holds in these matters to this principle of selection: he rejects pleasures to secure other greater pleasures, or else he endures pains to avoid worse pains.
Hujan
Engkau bagaikan embun
Yang menetes di kala pagi.
Engkau bagaikan air mata
Tuhan yang bernama cinta.
2019
Oleh: Eleonara E. Gapo
Kelas: X.2 SMK Syuradikara